Minggu, 24 Mei 2015

TEORI BEHAVIORISME DAN TEORI KONTRUKTIVISME



Teori behaviorisme
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang diperkenalkan oleh John B.Watson (1878 – 1958), seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Di Amerika Serikat, Witson dikenal sebagi Bapak Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus  Respons Bond.
Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson, tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Menurut teori ini yang dapat dikaji oleh psikologi adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus), dan gerak balas (respons), sedangkan hal-hal yang terjadi pada otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran menurut Watson, tidak ada perbedaan antar manusia dan hewan.
Teori behaviorisme hanya menganalisis perilaku yang tampak pada diri seseorang yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitar. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia yang buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang benar-benar objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, tentang semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat,tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi secara subjektif.
Oleh karena kesadaran tidak termasuk benda yang dikaji oleh behaviorisme, maka psikologi ini telah menjadikan ilmu mengenai perilaku manusia menjadi sangat sederhana dan mudah dikaji. Mengapa? Karena semua perilaku menurut behaviorisme, termasuk tindak balas (respons) yang ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jadi, jika gerak balas telah diamati dan diketahui, maka rangsangan dapat diprediksikan. Begitu juga jika rangsangan telah diamati dan diketahui, maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Dengan demikian, setiap perilaku itu dapat diprediksikan dan dikendalikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus – respons.
Untuk membuktikan kebenaran teori behaviorismenya terhadap manusia, Watsonmengadakan eksperimen terhadap Albert seorang bayi berumur 11 bulan. Pada mulanya Albert adalah seorang bayi yang gembira yang tidak takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Albert senang sekali bermain bersama tikus putih yang berbulu cantik itu. Dalam eksperimen ini, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu, dan juga terhadap kelinci putih. Dengan eksperimen itu, Watson mengatakan bahwa dia telah berhasil membuktikan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus – respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle ( prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principlejika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang. Menurutfrequency principle apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.
Pada dasarnya, Watson menolak pikiran dan kesadaran sebagai subjek dalam psikologi dan mempertahankan perilaku (behaviour) sebagai subjek psikologi.
Terdapat 3 Prinsip dalam aliran behaviorisme:
(1) Menekankan respon terkondisi sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang hadir di kehidupan. Perilaku muncul sebagai respons dari kondisi yang mengelilingi manusiadan hewan.
(2) Perilaku adalah dipelajari sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja, materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan belajar dari semua itu.
(3) Memusatkan pada perilaku hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku manusia.
Ø  Contoh teori behaviorisme di mata pelajaran ipa
Dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam teori belajar Behaviorisme yang berpedoman pada perubahan tingkah laku setelah melakukan pembelajaran dapat diterapkan dengan menggunakan stimus-stimulus yang dapat membangkitkan semangat siswa dalam belajar dan mampu merangsang siswa untuk merubah perilakunya sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Misalya dalam mengajarkna materi tentang diri sendiri di kelas I SD, stimulus dapat diberikan dengan cara menunjukkan gambar/foto Tubuh manusia atau menunjukkan torso manusia, dengan menunjukkan media tentu siswa akan lebih tertarik dan termotivasi untuk melakukan pembelajaran.
Selanjutnya dengan menunjukkan media pembelajaran yang menarik tentu siswa akan menunjukkan respons yang positif, respons yang diberikan siswa merupakan tindakan, jika siswa melakukan perubahan tingkah laku , (misalnya siswa bertanya fungsi anggota tubuh manusia, atau mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru setelah melihat media contohnya menujukkan bagian tubuh manusia dan bertanya pada siswa apa fungsinya siswa yang mampu menjawab dengan benar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai diindikasikan telah terjadi perubahan perilaku yakni perilaku dari tidak tau menjadi tau)
Untuk mempertahankan pengetahuan dalam benak siswa dalam pembelajaran IPA sesuai dengan teori Operant Concitioning yang dikemukan Skinner. Operant Concitioning atau pengkondisian operan adalah suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali. Dalam pembelajaran IPA agar pengetahuan (perilaku/tindakan) siswa dapat bertahan dalam ingatannya perlu dilakukan pengutan dengan cara mengulang (drill) materi yang diberikan atau dengan cara memberikan pengutan kepada siswa yang mampu menjawab pertanyaan yang diberikan guru misalanya dengan memberikan pujian, memberikan nilai yang sangat memuaskan, memberikan tepuk tangan, memberikan senyuman, ancungan jempol atau dengan cara yang lainnya yang dapat membuat bangga siswa yang telah berhasil. Untuk siswa yang tidak berhasil menjawab pertanyaan yang diberikan guru akan diberikan kegiatan remedial sebagai bentuk penguatan berupa pengulangan (drill)



Teori kontruktivisme
Teori kontruktivisme  didefinisikan sebagai  pembelajaran  yang  bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya. Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif dimana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema yang baru.
Teori konstruktivisme juga mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar, dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. Sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan, siswa ”mengkonstruksi” atau membangun pemahamannya terhadap fenomena yang ditemui dengan menggunakan pengalaman, struktur kognitif, dan keyakinan yang dimiliki.
Dengan demikian, belajar menurut teori konstruktivisme bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Ø  Contoh kontruktivisme dalam mata pelajaran ipa
Salah satu contoh yang disarankan adalah memulai dari apa yang menurut siswa hal yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Perlu diupayakan terjadinya situasi konfik pada struktur kognitif siswa. Contohnya mengenai cecak atau cacing tanah. Mereka menduga cecak atau cacing tanah hanya satu macam, padahal keduanya terdiri lebih dari satu genus (bukan hanya berbeda species). Berikut ini akan dicontohkan model untuk pembelajaran mengenai cacing tanah melalui ketiga tahap dalam pembelajaran kntruktivisme (ekplorasi, klarifikasi, dan aplikasi)
·         Fase Eksplorasi
-          Diperlihatkan tanah berisi cacing dan diajukan pertanyaan: “Apa yang kau ketahui tentang cacing tanah?”.
-          Semua jawaban siswa ditampung (ditulis dipapan tulis jika perlu).
-          Siswa diberi kesempatan untuk memeriksa keadaan yang sesungguhnya, dan diberi kesempatan untuk merumuska hal-hal yang tidak sesuai dengan jawaban mereka semula.
·         Fase Klarifikasi
-          Guru memperkealkan macam-macam cacing dan spesifikasinya.
-          Siswa merumuskan kembali pengetahuan mereka tentang cacing tanah.
-          Guru memberikan masalah berupa pemilihan cacing yang cocok untuk dikembangbiakkan.
-          Siswa mendiskusikannya secara berkelompok dan merencanakan penyelidikan.
-          Secara berkelompok siswa melakukan penyelidikan untuk menguji rencananya.
-          Siswa mencari tambahan rujukan tentang manfaat cacing tanah dulu dan sekarang.
·         Fase Aplikasi
-          secara berkelompok siswa melaporkan hasilnya, dilanjutkan dengan penyajian oleh wakil kelompok dalam diskusi kelas.
-          Secara bersama-sama siswa merumuskan rekomendasi untuk para pemula yang ingin ber-“ternak cacing” tanah.
-          Secara perorangan siswa membuat tulisan tentang perkehidupan jenis cacing tanah tertentu sesuai hasil pengamatannya.




Daftar pustaka
Chaer, Abdul. Psikolinguistik Kajian teoritik. Jakarta : Rineka Cipta, 2009.
Sudjana N, 1990. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta
_____________, 2009. Teori Belajar Behaviorisme. trimanjuniarso.wordpress.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar