Prinsip-prinsip
supervisi pendidikan
Kemampuan
mengajar guru menjadi jaminan tinggi rendahnya kualitas layanan belajar.
Kegiatan supervisi menaruh perhatian utama para guru, kemampuan supevisor
membantu guru-guru tercerimin pada kemampuannya memberikan bantuannya kepada
guru. Sehingga terjadi perubahan perilaku akademik pada muridnya yang pada
gilirannya akan meningkatkan mutu hasil belajarnya.
Pelaksanaan
supervisor, apakah yang melaksanakan adalah pengawas sekolah, penilik, atau
kepala sekolah seharusnya berlandaskan kepada prinsip-prinsip supervisi.
Prinsip-prinsip utama yang harus diperhatikan adalah:
1. Ilmiah, artinya
kegiatan supervisi yang dikembangkan dan dilaksanakan harus sistematis,
obyektif, dan menggunakan instrumen atau sarana yang memberikan informasi yang
dapat dipercaya dan dapat menjadi bahan masukan dalam mengadakan evaluasi
terhadap situasi belajar mengajar.
2. Kooperatif,
program supervisi pendidikan dikembangkan atas dasar kerjasama antar supervisor
dengan orang yang disupervisi. Dalam hal ini supervisor hendaknya dapat
bekerjasama dengan guru, peserta didik, dan masyarakat sekolah yang
berkepentingan dalam meningkatkan kualitas belajar mengajar.
3. Konstrukti dan
kreatif, membina para guru untuk selalu mengambil inisiatif sendiri dalam
mengembangkan situasi belajar mengajar.
4. Realistik,
pelakasanaan supervisi pendidikan harus memperhitungkan dan memperhatikan
segala sesuatu yang benar-benar ada di dalam situasi dan kondisi yang obyektif.
5. Progresif,
setiap kegiatan yang dilakukan tidak terlepas dari ukuran dan perhatian.
Artinya apakah yang dilakukan oleh guru dapat melahirkan pembelajaran yang maju
atau semakin lancaranya kegiatan belajar mengajar.
6. Inovatif,
program supervisi pendidikan selalu melakukan perubahan dengan
penemuan-penemuan baru dalam rangka perbaikan dalam rangka perbaikan dan
peningkatan mutu pendidikan.[1]
Dari prinsip
tersebut dapat meningkat kinerja guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan supervisi dilingkungan pendidikan
ialah bagimana cara mengubah pola pikir yang bersifat otokrat dan korektif
menjadi sikap yang konstruktif dan kreatif. Suatu sikap yang menciptakan
situasi dan relasi dimana guru-guru merasa aman dan merasa diterima sebagai
subyek yang dapat berkembang sendiri. Untuk itu supervisi harus dilaksanakan
berdasarkan data, fakta yang obyektif.
Pelakasanaan
supervisi pendidikan perlu menyesuaikan diri dengan prinsip-prinsip yang telah
ditentukan. Dengan cara memahami dan menguasai dengan seksama tugas dan
tanggung jawab guru sebagai tenaga pendidikan profesional yang harus
melaksanakan kegiatan pengajaran dan pendidikan. Jika sikap supervisor
memaksakan kehendak, menakut-nakuti, perilaku negatif lainnya, maka akan
menutup kreativitas bagi guru. Jika sikap supervisor hanya seperti itu, maka ia
belum mengetahui tugas pokok fungsi sebagai seorang seorang supervisor
[1] Saiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan (Bandung: Alfabeta, 2009), hlm. 198-199
Tipe-tipe
supervisi pendidikan
Sehubungan dengan hal itu, menurut
supardi ada lima tipe supervisi, yaitu:
1. Tipe Inspeksi
Tipe ini merupakan tipe supervisi
yang mewajibkan supervisor turun melihat langsung hal-hal yang dikerjakan
targer supervisi. Kegiatan supervisi yang menggunkan tipe ini, apabila target supervisi
melakukan dalam aktifitas kerjanya, supervisor dapat menginformasikannya secara
langsung kepada target supervisi agar langsung menyadari kesalahannya dalam
proses untuk mencapai tujuan pendidikan sekolah.[2]
Ketika supervisor menjalankan tipe
ini, maka yang harus diperhatikan adalah:
-
Supervisi
tidak boleh dilakukan berdasarkan hubungan pribadi maupun keluarga.
-
Supervisi
hendaknya tidak kemungkinan terhadap perkembangan dan hasrat untuk maju bagi
bawahannya. Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil, mendesak.
-
Supervisi
tidak boleh menuntut prestasi di luar kemampuan bawahannya.
-
Supervisi tidak boleh egois, tidak jujur dan menutup
diri terhadap kritik dan saran dari bawaannya.[3]
2.
Tipe
Laisses Faire
Tipe ini target supervisi diberikan
kebebasan dalam menjalankan aktifitasnya. Sebab yang dutamakan dalam supervisi
model ini adalah hasil akhir sehingga supervisor tidak begitu intens daslam
memfokuskan proses kerja yang dilaksanakan target supervisi. Selain itu apabila
kita menggunakan tipe inii, supervisor tidak boleh memaksakan kemauannya
(otoriter) kepada orang-orang yang disupervisi.
Supervisor juga diharuskan memberikan
argumentasi atau alasan yang rasional tentang tindakan-tindakan serta
instruksinya. Hendaknya tidak menonjolkan jabatan atau kekuasaannya agar tidak
menghambat kreativitas bawahannya.[4]
3.
Tipe
Coersive
Tipe coersive (paksaan) supervisor
dalam melaksanakan tugasnya turut campur dalam mengembangkan pendidiknya. Tipe
supervisi seperti ini diperuntukan bagi para pendidik dan tenaga kependidikan
yang masih lemah daslam memahami tugas dan tanggung jawabnya. Tipe seperti ini
“terpaksa” dilakukan karena pendapat A. Sitohang yang menyatakan bahwa
pengembangan sumber daya manusia masih sangat dibutuhkan. Karena ternyata dari
hasil penelitian menunjukan masih banyak kekurangan dan kelemahan yang masih
harus diperbaiki, terutama dalam bidang pengetahuan, kemampuan, dan ketrampilan
yang sesuai dengan target organisasi. Dalam hal ini adalah seperti lembaga
pendidikan Islam.[5] Dengan adanya tipe ini, diharapkan problem seperti ini
akan cepat teratasi.
Tipe training and guidance (pelatihan dan pendampingan) merupakan tipe supervisi
yang menekankan keefektifan target supervisi. Kegiatan supervisi dilaksanakan
dengan berbasis kepada pengembangan minat dan bakat target supervisi. Tipe training and guidance ini cocok digunakan apabila target supervisi masih
belum berpengalaman dalam melaksanakan tugas keprofesian pendidikan. Namun,
tipe ini dapat diterapkan kepada target supervisi yang telah berpengalaman.
Agar tipe training and
guidance ini dapat dijalankan
secara efektif, maka supervisor hendaknya juga menyiapkan berbagai macam sikap
yang bersinergi dengan tugasnya. Teori Kiyosaki, maka beberapa sikap yang
dibutuhkan supervisor tersebut antara lain:
-
Supervisor
hendaknya bersikap positif terhadap segala macam persepsi baik yang positif
maupun negatif kepada dirinya.
-
Supervisor
dituntut untuk dapat memimpin organisasi profesi pengawas untuk dapat meningkatkan
kinerjanya dalam hal pengawasan dan pemantauan baik secara institusional
(satuan pendidikan) maupun personal (pendidikan dan tenaga kependidikan).
[3] Ary H. Gunawan, Administrasi Sekolah (Administrasi Pendidikan Mikro) (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hlm. 196-198
[5] A. Sitohang, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Pradnya Paramita, 2007), hlm. 206
-
Supervisor
hendaknya memiliki sikap yang superl dalam berkomunikasi kepada segenapstakeholders pendidikan. Sikap yang aktif, efektif dan menyenangkan dalam berkomunikasi
akan memperlancar tugas supervisi. Sehinggak pencapaian target akan terealisasi
dengan tepat.
-
Supervisor
harus bersikap berani terhadap usaha intimidasi atau tekanan dari pihak lain
dalam menjalankan tugas pengawasan dan pembinaan.
-
Supervisor
dituntut bertanggung jawab atas hasil supervisi terhadap satuan pendidikan yang
dibinanya. Pertanggungjawaban atas hasil kerja merupakan indikasi bahwa
supervisor melakukan pembinaan dan pengawasan dengan baik kepada satuan
pendidikan yang dibinanya.[6]
5.
Tipe
Demokratis
Keterlibatan target supervisi sangat
diandalkan dalam tipe supervisi demokratis. Hal utama yang ingin dituju adalah
adanya kerjasama pembinaan antara supervisor dan target supervisor dan target
supervisor. Langkah ini dilakukan agar target supervisi ikut merasakan sendiri
terhadap program supervisi yang dijalankan kepadanya. Untuk itu, supervisor
tidak boleh boleh bersifat otoriter dalam menjalankan kegiatan supervisi.[7] Keseluruhan tipe supervisi demokratis ini difokuskan
ke dalam satuan pendidikan meliputi manajemen kurikulum pembelajaran;
kesiswaan; sarana prasarana; ketenagaan; keuangan; hubungan sekolah dengan
masyarakat dan layanan khusus.[8]
[6] Roben T.
Kiyosi; Sharon L. Lechter, For
People Who Like Helping People Delapan Nilai Tersembunyi dari Bisnis Pemasangan
Jaringan Selain Memperoleh Uang (Jakarta:
Gramedia, 2002), hlm. 14
[8] Depdiknas, Metode dan Teknik Supervisi (Jakarta: Depdiknas, 2008), hlm. 8
DOSEN : DIRGANTARA WICAKSONO
MATKUL : PEMBELAJARAN PKN DI SD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar