MAKALAH
AL-ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN
HADAST DAN HADIS
Nama: Ega
octavia (2013820038)
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2013-2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat, inayah serta hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah saya yang berjudul “HADAST DAN NAJIS” tanpa halangan
apapun.
Makalah ini disusun sebagai salah satu
persyaratan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Akidah Islam Kemuhammadiyahan 2 di
universitas muhammadiyah jakarta. Makalah ini berisi tentang pengertian dan
pembahasan mengenai pengertian hadast dan hadist.
Makalah ini Alhamdulillah dapat
terselesaikan tepat waktu atas usaha, do’a, serta dukungan dari anggota
(Penulis). Penulis mengucapkan terima kasih kepada ibu Dosen AIK yang telah
memberikan kesempatan untuk menyusun makalah ini kemudian mempresentasikannya
untuk bahan diskusi kelas.
Saya
sebagai manusia biasa yang lemah tentunya
mempunyai kekurangan. Saya menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki dan disempurnakan. Untuk itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan dan akan saya terima dengan lapang demi
kesempurnaan makalah berikutnya. Atas kekurangan tersebut, saya mohon maaf, dan
kami juga sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini, semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
DAFTAR ISI
1. KATA PENGANTAR ………………………………………………………...…i
2. DAFTAR ISI
…………………………………………………...………………..…ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
……………………………………………….…...…..…
2.
Rumusan masalah
………………………………………..…………....
3.
Tujuan …………………………………………….............................
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian hadast
dan najis ...........................................
2.
Macam – macam air
......................................................
3.
Perbedaan hadast
dan najis ............................................
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu
menjaga kebersihan badani selain rohani. Kebersihan badani tercermin dengan
bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum mereka melakukan ibadah menghadap
Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci adalah agar umat muslim terhindari
dari kotoran atau debu yang menempel di badan sehingga secara sadar atau tidak
sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah,
banyak umat muslim hanya tahu saja bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan
dengan air tanpa mengamalkan rukun-rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam.
Bersuci atau istilah dalam istilah Islam yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian Hadast adalah kondisi tidak suci yang mengenai
pribadi seseorang muslim, menyebabkan terhalangnya orang itu melakukan shalat
atau tawaf. Artinya shalat dan tawaf yang dilakukan tidak sah karena dirinya
dalam keadaan tidak berhadast dan pengertian najis Menurut bahasa artinya semua
hal yang kotor, sedangkan najis menurut istilah adalah sesuatu yang dipandang
kotor atau menjijikan yang harus disucikan karena menyebabkan tidak sahnya
melaksanakan suatu ibadah.
B.
Rumusan masalah
1.
Apa
pengertian dari hadast dan najis ?
2.
Macam-macam
hadast dan najis ?
3.
Macam-macam
Air ?
4.
Perbedaan
hadas dan najis ?
C.
Tujuan
1.
Sarana berbagi ilmu pengetahuan tentang islam
khususmya mengenai hadas dan najis secara lebih jelas dan rinci.
2.
Sarana dakwah karena saling mengingatkan
pentingnya mempelajari ilmu thaharah sebagai syarat suci dalam menjalankan
ibadah kepada Allah SWT.
3.
Menyiarkan bahwa mempelajari ilmu thaharah itu
adalah suatu keharusan dan kebutuhan bagi umat islam, karena di dalamnya
terdapat berbagai syar’i yang wajib diketahui dan diamalkan oleh seorang muslim.
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian hadast
dan najis
Hadast
adalah kondisi tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabkan
terhalangnya orang itu melakukan shalat atau tawaf. Artinya shalat dan tawaf
yang dilakukan tidak sah karena dirinya dalam keadaan tidak berhadast. Menurut
ahli fikih sebab seorang dihukumkan dirinya dalam kondisi berhadast, ada dua
kelompok :
a. Hadas kecil
Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan
atau kubul yang berupa
·
Air kencing
·
Tinja
·
Kentut
b. Hadast besar
·
Mengeluarkan mani
·
Hubungan kelamin
·
Terhentinya haid
dan nifas
Cara mensucikannya :
Ø Hadas kecil atau hadas ringan untuk
mensucikannya diwajibkan berwudhu.
Ø Hadas besar, untuk mensucikannya diwajibkan
mandi sesuai dengan syara dan bila dalam kondisi darurat dapat bertayamum.
Menurut bahasa najis artinya semua hal yang kotor, sedangkan najis menurut istilah adalah sesutau
yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan karena menyebabkan
tidak sahnya melaksanakan suatu ibadah.
Macam-macam najis dan cara mensucikannya
a.
Najis ringan
(najis mukhaffafah) yaitu najis yang cara mensucikannya cukup dengan cara
memercikan air pada tempat yang terkena najis , contohnya kencing anak
laki-laki yang belum makan selain air susu ibunya.
b.
Najis sedang
(najis mutawasittah) yaitu najis yang cara mensucikannya harus di cuci dengan
bersih hingga hilang bekasnya, baunya, rasanya, contohnya darah haid, mani,
nanah, dll. najis sedang ini terbagi atas dua bagian, yaitu
·
Najis hukmiah,
yaitu yang tidak kita yakini adanya tetapi nyata zat, bau, rasa, dan warnanya,
seperti : kencing yang sudah lama kering, sehingga sifat-sifatnya telah hilang.
Cara mensucikannya : najis ini cukup dengan mengalirkan air diatas benda yang
kena itu.
·
Najis ainiyah,
yaitu najis yang masih ada zat, warna, rasa dan baunya, kecuali warna atau bau
yang sangat sukar menghilangkan sifat ini dimaafkan. Cara mensucikannya :
hendaklah dengan menghilangkan zat, rasa, warna, dan baunya.
c.
Najis berat
(najis mughalladah) yaitu najis dengan cara mensucikannya harus dengan di cuci
dengan menggunakan air sebanyak 7 kali siraman dan salah satu diantaranya di
campur dengan debu atau tanah yang suci. Najis semacam ini hanya ada satu jenis
saja. Yaitu pakaian atau bejana yang terkena jilatan anjing atau babi.
Najis yang di maafkan (najis ma’fu) najis yang
sulit dikenal maka dapat di maafkan
meskipun ia tidak di cuci, misalnya : kaki dan ujung celana atau sarung
yang terkena basa dan tidak dapat diamati najis atau bukan.
2.
Macam – macam air
A. Air yang suci dan menyucikan (mutlak)
Air yang demikian
boleh diminum dan sah dipakai untuk menyucikan (membersihkan) benda yang lain.
Yaitu air yang jatuh dari langit atau terbit dari bumi dan masih tetap (belum
berubah) keadaannya, seperti air hujan, air laut, air sumur, air es yang sudah
hancur kembali, air embun, dan air yang keluar dari mata air.
Firman Allah SWT
:
“Dan Allah
menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.”
(Al-Anfal:11)
Sabda Rasulullah
SAW :
“Dari Abu
Hurairah r.a. telah bertanya seorang laki-laki kepada Rasulullah Saw. Kata
laki-laki itu , “ Ya Rasulullah, kami berlayar di laut dan kami hanya membawa
air sedikit, jika kami pakai air itu untuk berwudhu, maka kami akan kehausan.
Bolehkah kami berwudhu dengan air laut?” Jawab Rasulullah Saw., “ Air laut itu
suci lagi menyucikan, bangkainya halal dimakan.” (Riwayat lima ahli hadits.
Menurut keterangan Tirmidzi, hadits ini shahih)
Perubahan air
yang tidak menghilangkan keadaan atau sifatnya “suci menyucikan” , walaupun
perubahan itu terjadi pada salah satu dari semua sifatnya yang tiga (warna,
rasa, dan baunya) adalah sebagai berikut :
a. Berubah karena tempatnya, seperti air yang
tergenang atau mengalir di batu belerang.
b. Berubah karena lama tersimpan, seperti air
kolam.
c. Berubah karena sesuatu yang terjadi padanya,
seperti berubah disebabkan ikan atau kiambang.
d. Berubah karena tanah yang suci, begitu juga
segala perubahan yang sukar memeliharanya, misalnya berubah karena daun-daunan
yang jatuh dari pohon-pohon yang berdekatan dengan sumur atau tempat-tempat air
itu.
B. Air suci tetapi tidak menyucikan (Musta’mal)
Zatnya suci, tetapi
tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu. Yang termasuk dalam bagian ini ada
tiga macam air, yaitu :
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya
karena bercampur dengan sesuatu benda yang suci, selain dari perubahan yang
tersebut diatas, seperti air kopi, teh dan sebagainya.
b. Air sedikit kurang dari dua kulah, sudah
terpakai untuk menghilangkan hadats atau menghilangkan hukum najis, sedangkan
air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula bertambah timbangannya.
c. Air pohon-pohonan atau air buah-buahan,
seperti air yang keluar dari tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa, dan
sebagainya.
C. Air yang bernajis
Air
najis yaitu air yang sedikit atau banyak yang terkena najis sehingga berubah
rasa atau baunya. Air yang termasuk bagian ini ada dua macam :
a. Sudah berubah salah satu sifatnya oleh najis.
Air ini tidak boleh dipakai lagi, baik sedikit ataupun banyak, sebab hukumnya
seperti najis
b. Air bernajis, tetapi tidak berubah salah satu
sifatnya. Air ini kalau sedikit (berarti kurang dari dua kulah) tidak boleh dipakai
lagi, bahkan hukumnya sama dengan najis. Kalau air itu banyak, berarti dua
kulah atau lebih, hukumnya tetap suci dan menyucikan.
Sabda
Rasulullah Saw
“Air
itu tak dinajisi sesuatu, kecuali apabila berubah rasa, warna, atau baunya.”
(Riwayat Ibnu Majah dan Baihaqi)
“Apabila
air cukup dua kulah, tidaklah dinajisi oleh suatu apapun.” (Riwayat lima ahli
hadits)
D. Air yang makruh (Musyammas)
Yaitu
yang terjemur oleh matahari dalam bejana selain bejana emas atau perak. Air ini
makruh dipakai untuk badan, tapi tidak makruh untuk pakaian, kecuali air yang
terjemur ditanah seperti air sawah, air kolam, dan tempat-tempat yang bukan
bejana yang mungkin berkarat.
Sabda
Rasulullah Saw
Dari
aisyah. Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka rasulullah
saw berkata padanya, “Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah.
Sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.”[1]
(Riwayat Baihaqi).
3.
Perbedaan antara hadats dengan najis
Hadats
adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum
tersebut dia tidak boleh mengerjakan shalat.
Dia terbagi menjadi dua: Hadats akbar yaitu hadats yang hanya
bisa diangkat dengan mandi junub, dan hadats ashghar yaitu yang cukup
diangkat dengan berwudhu atau yang biasa dikenal dengan nama ‘pembatal wudhu’.
Adapun najis maka dia adalah semua
perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya tidak semua hal yang kotor
di mata manusia langsung dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap
kotor oleh syariat. Misalnya tanah atau lumpur itu kotor di mata manusia, akan
tetapi dia bukan najis karena tidak dianggap kotor oleh syariat, bahkan tanah
merupakan salah satu alat bersuci.
Dari perbedaan di atas kita bisa melihat bahwa
hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis adalah
benda atau zat. Misalnya: Buang air besar adalah hadats dan kotoran yang keluar
adalah najis, buang air kecil adalah hadats dan kencingnya adalah najis, keluar
darah haid adalah hadats dan darah haidnya adalah najis.
Kemudian yang penting untuk diketahui adalah
bahwa tidak ada korelasi antara hadats dan najis, dalam artian tidak semua
hadats adalah najis demikian pula sebaliknya tidak semua najis adalah hadas.
Contoh hadas yang bukan najis adalah mani dan
kentut. Keluarnya mani adalah hadas yang mengharuskan seseorang mandi akan
tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah
shalat dengan memakai pakaian yang terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam
hadits Aisyah. Demikian pula buang angin adalan hadas yang mengharuskan wudhu
akan tetapi anginnya bukanlah najis, karena seandainya dia najis maka tentunya
seseorang harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin.
Contoh
yang najis tapi bukan hadas adalah bangkai. Dia najis tapi tidak membatalkan
wudhu ketika menyentuhnya dan tidak pula membatalkan wudhu ketika memakannya,
walaupun tentunya memakannya adalah haram. Jadi, yang membatalkan thaharah
hanyalah hadas dan bukan najis.
Karenanya
jika seseorang sudah berwudhu lalu dia buang air maka wudhunya batal, akan
tetapi jika setelah dia berwudhu lalu menginjak kencing maka tidak membatalkan
wudhunya, dia hanya harus mencucinya lalu pergi shalat tanpa perlu mengulangi
wudhu, dan demikian seterusnya.
Kemudian
di antara perbedaan antara hadas dan najis adalah bahwa hadas
membatalkan shalat sementara najis tidak membatalkannya. Hal itu karena bersih
dari hadats adalah syarat syah shalat sementara bersih dari najis adalah syarat
wajib shalat. Dengan dalil hadits Abu Said Al-Khudri dimana tatkala Nabi
-alaihishshalatu wassalam- sedang mengimami shalat, Jibril memberitahu beliau
bahwa di bawah sandal beliau adalah najis. Maka beliau segera melepaskan kedua
sandalnya -sementara beliau sedang shalat- lalu meneruskan shalatnya.
Seandainya najis membatalkan shalat tentunya beliau harus mengulangi dari awal
shalat karena rakaat sebelumnya batal. Tapi tatkala beliau melanjutkan
shalatnya, itu menunjukkan rakaat sebelumnya tidak batal karena najis yang ada
di sandal beliau. Jadi orang yang shalat dengan membawa najis maka shalatnya
tidak batal, akan tetapi dia berdoa kalau dia sengaja dan tidak berdosa kalau
tidak tahu atau tidak sengaja.
Dari
uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadas dan najis
dikalangan fuqaha` yaitu:
a. Hadas adalah hukum atau keadaan, sementara
najis adalah zat atau benda.
b. Hadas membatalkan wudhu sementara najis tidak.
c. Hadas membatalkan shalat sementara najis
tidak.
d. Hadas diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi,
tayammum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci sampai hilang zatnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
hadast dan najis itu jauh perbedaannya, menyucikan hadast itu dengan cara
wudhu, mandi besar, dan tayamum. Sedangakan cara membersihkan najis dari suatu
tempat yang terkena najis itu bisa dilakukan dengan cara diatas tergantung
jenis najisnya, apa itu najis mukhaffafah atau
najis mutawasitah atau najis mugalazah sampai sampai najis itu benar
benar hilang wujud, sifat, dan rasanya.
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa
perbedaan antara hadas dan najis dikalangan fuqaha’ yaitu :
1.
Hadas adalah
hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2.
Hadas membatalkan
wudhu sementara najis tidak.
3.
Hadas membatalkan
shalat sementara najis tidak.
4.
Hadas diangkat dengan
bersuci (wudhu, mandi, tayamum), sementara najis dihilangkan cukup dengan
dicuci sampai hilang zatnya.
matakuliah : pkn
Tidak ada komentar:
Posting Komentar