Minggu, 14 Juni 2015

ARTIKEL



ARTIKEL: MENDISIPLINKAN ANAK DENGAN BERCERITA

MENDISIPLINKAN ANAK DENGAN BERCERITA

Ega Octavia
Universitas Muhammadiyah Jakarta

ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui arti mendisiplinkan, 2) Mengetahui mengapa anak harus didisiplinkan, 3) Mengetahui cara mendisiplinkan, 4) Mengetahui siapa yang harus didisiplinkan, 5) Mengetahui manfaat dari bercerita. Metode yang digunakan adalah studi pustaka. Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi). Cerita adalah metode komunikasi,apabila komunikasi anak dengan orang tua berjalan dengan baik maka akan berpengaruh baik pula terhadap perkembangan anak tersebut. Dengan  metode bercerita ini orang tua pun dapat belajar untuk mendisiplinkan anak.
Kata kunci : Bercerita

PENDAHULUAN
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Sekarang ini banyak anak yang tidak disiplin karena terpengaruh oleh lingkungan sekitar anak tersebut. Disini peran orang tua sangat dibutuhkan karena anak biasanya meniru apa yang dilakukan orang tuanya apabila orang tuanya tidak menerapkan kedisiplinan makan jangan berharap anak pun akan menjadi disiplin sesuai yang diinginkan orang tuanya.
Orang tua bisa mendisiplinkan anak dengan cara metode bercerita, dimana orang tua belajar berkomunikasi dengan anak melalui cerita misalnya bercerita sebelum tidur atau pun dalam perjalanan atau rekreasi, cerita ini bisa secara monolog atau diskusi.
Oleh karena itu, untuk menumbukan kedisiplinan pada anak bisa dimulai dengan cara bercerita, Orang tua bisa memulai bercerita secara mololog atau pun diskusi, contohnya bercerita pada anak sebelum tidur atau pun pada saat anak ataupun orang tua sedang berkumpul bersama diruang tamu.

METODE
            Dalam penulisan artikel ini yang digunakan adalah metode studi pustaka. Yakni mengkaji berbagai literatur untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mendisiplinkan adalah menanamkan norma sebagai input atau bisa juga mengusahakan supaya anak belajar  mematuhi tata tertib yang sudah dibuat sebelumnya. Jika pendisiplinan dilakukan secara bertahap – nilai terlebih dahulu untuk membuka kesadaran kemudian menanamkan norma yang telah disepakati bersama. Maka pendisiplinan seperti ini menuai anak yang taat dan bertanggung jawab.
Anak didisiplinkan supaya berperilaku sesuai dengan aturan yang berlaku dalam masyarakat, khususnya anak berprilaku sesuai dengan yang diharapkan orang tuanya. Orangtua harus bisa menjadi panutan untuk anak-anaknya, yaitu anak bisa menjadi penerus masa depan.
Mendisiplikan anak merupakan tugas orang tua yang tidak bisa dianggap mudah, anak sebaiknya di ajarkan disiplin sejak dini sehingga anak-anak tumbuh dewasa nanti akan terbiasa dengan apa yang diajarkannya ketika kecil. Misalnya membiasakan bercerita sebelum tidur bisa bercerita secara monolog atau diskusi. Dimana anak dibiasakan berimajinasi. Imajinasi ini merupakan lahan kreativitas, dengan bercerita dapat menumbuhkan rasa ingin tahu anak dan juga pembentukan anak untuk belajar.
Anak yang harus didisiplinkan adalah anak yang dunianya berbeda, tetapi paling dekat dengan orang tuanya. Peran orang tua disini sangat dibutuhkan dimana orang tua harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi psikologis anak. Biasanya  minat anak terhadap cerita diikuti berbagai pertanyaan. Pertanyaan anak kadang kala tentang dunia orang tuanya sebagaimana yang terlihat oleh sang anak. Orang tua harus siap menjelaskannya secara arif dan bijaksana.
Sebagai orang tua banyak sekali manfaat yang di dapat dari bercerita, orang tua menjadi tekun dan kreatif,mengerti cara berpikir anak-anak,merasa akrab dengan anak-anak.
KESIMPULAN

Jadi, mendisiplinkan anak dapat dilakukan melalui dengan bercerita, dimana bercerita dapat meningkatkan intensitas komunikasi anak dengan orang tua. Orang tua dapat lebih mengerti apa yang diinginkan oleh anak, dan juga dengan bercerita anak dapat lebih mudah merespon stimulus mengenai informasi yang disampaikan oleh orang tuanya.

SARAN
Saran saya dalam pembuatan artikel ini sebaiknya orang tua lebih bisa meluangkan waktu untuk bercerita dengan anak, dimana orang tua juga harus lebih menanamkan kedisiplinan pada anak agar kelak dewasa dapat terbiasa dengan kedisiplinan yang di berikan oleh kedua orang tuanya sejak kecil. Agar anak tumbuh sesuai dengan apa yang diharapkan oleh orang tua

DAFTAR PUSTAKA



















Rabu, 03 Juni 2015

RESUME PSIKOLOGI PENDIDIKAN



BAB I
PERKEMBANGAN MANUSIA
(HUMAN DEVELOPMENT)
A.     DEFINISI PERKEMBANGAN
Perkembangan manusia tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhannya. Pertumbuhan adalah sesuatu yang menyangkut materi jasmaniah yang dapat menumbuhkan fungsi dan bahkan perubahan fungsi pada materi jasmaniah.
Menurut Robert E. Slavin (2008) istilah “perkembangan” merujuk pada bagaimana orang tumbuh menyesuaikan diri, dan perubahan sepanjang perjalanan hidup mereka melalui perkembangan fisik, perkembangan kepribadian, perkembangan sosioemosional, perkembangan kognitif serta perkembangan bahasa.
Ciri – ciri prinsip perkembangan menunjukan gejala yang secara relatif teratur. Sehingga terjadi pola perkembangan  sistematik. Atas dasar tersebut ; Djaali (2008) merumuskannya dalam bentuk prinsip – prinsip perkembangan yaitu :
1)      Perkembangan merupakan fungsi jasmaniah dan kejiwaan yang berlangsung dalam proses satu kesatuan yang menyeluruh ( integrated)
2)      Setiap individu mempunyai kecepatan perkembangan
3)      Perkembangan seseorang, baik secara keseluruhan maupun setiap aspek tidak konstan melainkan berirama
4)      Proses perkembangan dengan mengikuti pola tertentu
5)      Proses perkembangan berlangsung secara berkesinambungan
6)      Antara aspek perkembangan yang satu dengan aspek perkembangan yang lain saling berkaitan atau berkolerasi secara signifikan
7)      Perkembangan berlangsung dari pola yang bersifat umum pola khusus
8)      Perkembangan dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan
9)      Memiliki fungsi kepribadian yang bersifat jasmaniah.
Adapun fungsi kepribadian yang bersifat kejiwaan, misalnya fungsi perhatian, fungsi pengamatan, fungsi tanggapan, fungsi ingatan, fungsi fantasi, fungsi pikiran, fungsi perasaan, dan fungsi kemauan.
B.      TEORI – TEORI PERKEMBANGAN
1.      Teori awal : preformasionalisme (john locke dan J.J Rousseau)
Dalam teori preformasionalisme berangkat dari pandangan bahawa anak – anak sebagai makhluk yang berbentuk utuh, sebuah miniatur orang dewasa.
Selanjutnya J.J Rousseau, membagi 5 tahap perkembangan, fungsi, dan kapasitas kejiwaan manusia yaitu :
1)      Masa bayi (usia 0 – 2 tahun)
2)      Masa anak – anak (usia 2 – 12 )
3)      Masa kanak – kanak akhir (usia 12 – 15 tahun)
4)      Masa dewasa (usia 15 – 20 tahun)
5)      Masa pematangan (setelah umur 20 tahun)
2.      Teori pendewasaan/kematangan (Gesell)
Gesell merupakan orang yang pertama kali dikenal dalam mengembangkan tes kecerdasan bayi, pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Gesell bahwa anak dipengaruhi oleh dua faktor utama. Pertama, anak adalah produk dari lingkungannya, namun yang lebih fundamental lagi adalah berasal dari dalam diri anak, yaitu aksi gen – gen tubuhnya, dan menyebut ini sebagai proses kematangan,
3.      Teori Etologis (Charles Darwin)
Pada esensinya teori Darwin berjalan sebagai berikut, bahwa diantara anggota sebuah spesies, terdapat variasi yang tak terhitung jumlahnya, dan diantara anggota yang bermacam – macam itu, hanya kelompok tertentu yang bisa bertahan hidup dan meneruskan keturunannya.
Khusus pada manusia, pengembangan rasio jauh lebih krusial dari pada tingkah laku sosial dalam mempertahankan hidupnya. Secara fisik manusia lebih lemah dan lambat dibanding dengan spesies lain, mereka harus mengandalkan kepandaian dan penemuan mereka ( seperti dalam penggunaan alat – alat) untuk bertahan hidup. Dengan demikian, mestinya kemampuan untuk bertingkah laku sosial dan rasio menjadi landasan dalam semua seleksi alam.
4.      Teori organismik dan komparatif
Warner ingin mengikat teori perkembangan dengan orientasi organismik dan komparatif. Perkembangan menurut warner mengacu kepada lebih dari sekedar berlalunya waktu, kita bisa tumbuh menjadi tua namun tidak berkembang.
5.      Teori perkembangan kognitif (jean piaget)
Pengembangan teori ini, piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya melalui empat periode utama yang berkolerasi dengan dan semakin canggih seiring penambahan usia yaitu :
1)      Periode sensorimotor (usia 0 – 2 tahun)
2)      Tahapan pra-operasional (usia 2 – 6 tahun )
3)      Tahapan operasional konkrit (usia 7 – 12 tahun)
4)      Tahapan operasional formal (usia 12 tahun sampai dewasa)
6.      Teori tahapan perkembangan moral (kohlberg)
Tentang perkembangan moral, kohlberg lebih menyoroti tentang perkembangan moral pada manusia, menurutnya ada 6 tahapan perkembangan moral manusia, yaitu :
Tingkat pertama,bahwa moralitas prakonvensional yaitu terdiri dari :
·         Tahap 1 kepatuhan dan orientasi hukuman
·         Tahap 2 individualisme dan pertukaran
Tingkat kedua, moralitas konvensional
·         Tahap 3 hubungan – hubungan antar pribadi yang baik
·         Tahap 4 memelihara tatanan sosial
Tingkat ketiga, moralitas pasca – konvensional
·         Tahap 5 kontrak sosial dan hak hak individual
·         Tahap 6 prinsip – prinsip universal
7.      Teori psikoanalitik (sigmund freud)
Menurut sigmund freud , ada 6 tahap perkembangan fisiologis,yaitu:
1)      Oral (usia 0 – 1 tahun)
2)      Fase anal (usia 1 – 3 tahun)
3)      Fase falish ( usia 3 – 5/6 tahun)
4)      Fase latent (usia 5/6 – 12/13 tahun)
5)      Fase pubertas (usia 12/13 – dewasa )
6)      Fase genital (20 s/d seterusnya)
8.      Teori delapan tahap kehidupan manusia (erick erikson)
Secara teoritis ada 8 tahap kehidupan manusia yaitu :
1)      Oral
2)      Anal
3)      Falik (odipal)
4)      Latensi
5)      Pubertas (genital)
6)      Dewasa muda
7)      Dewasa
8)      Usia senja














BAB II
KERAGAMAN INDIVIDU
(INDIVIDUAL DIFFERENCES)
A.     PERBEDAAN INDIVIDU
Perbedaan individual seorang anak akan terjadi pada setiap aspek perkembangan anak itu. Aspek perkembangan tersebut diantaranya adalah pada aspek perkembangan fisik, intelektual, moral, maupun aspek kemampuan. Perbedaan pada aspek perkembangan fisik jelas terlihat daripada bentuk, berat, dan tinggi badan. Selain itu, perbedaan fisik juga dapat diidentifikasi dari segi kesehatan anak. Sedangkan perbedaan pada aspek perkembangan intelektual dapat dilihat sejalan dengan tahapan usia, kemampuan anak pun meningkat.
Piaget dan kohlberg masing – masing mempunyai pandangan tersendiri tentang perbedaan pada aspek perkembangan moral. Piaget mempunyai pandangan bahwa moralitas berkembang pada 2 tahap utama, yaitu tahap hambatan moralitas dan moralitas kerja sama sedangkan kohlberg melukiskan 3 tingkatan alasan moral, yaitu : pra-conventional morality, conventional morality, dan post-conventional morality.
B.      LABELING
Sebuah label tidak menunjukan metode mana yang digunakan untuk individu – individu siswa. Sebagai contoh, hanya sedikit “perlakuan” spesifik yang secara otomatis mengikuti “diagnosis” disabilitas intelektual, ada banyak macam strategi dan materi pengajaran yang appropriate. Label masih membuka pintu bagi beberapa program khusus, informasi yang bermanfaat, teknologi dan peralatan khusus, atau bantuan finansial. Labeling barangkali menstigmastisasi dan sekaligus membantu siswa.
Person first language
            “Person -  first language” (“student with intellectual diabilities”, student place at risk” dan lain – lain) adalah salah satu alternatif untuk label – label yang mendeskripsikan seseorang yang begitu kompleks dengan satu atau dua kata saja, yang mengimplikasikan bahwa kondisi yang diberi label adalah aspek terpenting orang itu. Dengan person first languange penekanannya pertama – tama adalah pada diri siswa. Bukan pada tantangan khusus yang dihadapinya.

Perbedakan antara disability dan handicap.
Disability (disabilitas) adalah ketidakmampuan untuk melakukan sesuatu yang spesifik, misalnya melihat atau berjalan. Handicap (kecacatan) adalah keadaan yang kurang menguntungkan dalam situasi – situasi tertentu. Guru harus menghindari kemungkinan untuk memberikan handicap pada siswa – siswa dengan disabilitas.
C.      Hakekat perbedaan individu
Murid pada tingkat yang sama memiliki keterkaitan yang berbeda – beda. Mereka sama pada banyak hal, tetapi bahkan ada juga yang sangat berbeda. Salah satu keberanian utama seorang guru adalah menghadapi tugas besar dalam melayani perbedaan diantara siswa didalem kelas. Perbedaan – perbedaan tersebut dalam hal:
1.      Perbedaan intelegensi (kecerdasan)
2.      Perbedaan gaya pembelajaran
3.      Perbedaan kepribadian dan temperamen
D.     Dampak perbedaan terhadap pembelajaran
Mereka berbeda dalam tingkat kinerja, kecepatan belajar dan gaya belajar, kesukkuan, budaya, kelas sosial, bahasa dalam keluarga, dan jender. Beberapa menderita cacat dan beberapa berbakat dalam satu bidang atau lebih. Perbedaan itu dapat mempunyai implikasi penting bagi pengajaran, kurikulum dan kebijakan serta praktek sekolah. Perbedaan – perbedaan di atas akan mempengaruhi proses pengajaran dan pembelajaran disekolah.
1.      Dampak perbedaan budaya
2.      Dampak perbedaan status sosio – ekonomi
3.      Dampak perbedaan suku dan ras
4.      Dampak perbedaan jender
5.      Dampak perbedaan bahasa dan program dwibahasa
6.      Dampak perbedaan lingkungan keluarga
E.      Pendidikan multikultural
Banks (Slavin,2008) mendefinisikan pendidikan multikultural sebagai sesuai yang meliputi seluruh kebijakan dan praktek yang dapat digunakan sekolah untuk meningkatkan hasil pendidikan bukan hanya dari siswa berlantar belakang etnis. Kelas sosial dan agama yang berbeda, melainkan juga bagi siswa dari jender yang berbeda (misal anak – anak yang mempunyai keterbelakangan jiwa, kehilangan pendengaran, kehilangan penglihatan atau yang berbakat.
Banks juga membahas lima dimensi utama pendidikan multikultural :
1)      Intergarasi lsi
2)      Kontruksi pengetahuan
3)      Pengurangan prasangka
4)      Pedagogi keadilan
5)      Budaya sekolah yang memberdayakan
F.       Menghadapi perbedaan individu di dalam kelas
Terdapat bermacam – macam cara untuk menghadapi perbedaan individu terkait dengan kemampuan dasarnya. Siswa dengan kemampuan rata – rata cenderung berorientasi pada buku, pembelajaran lambat tidak diharapkan mampu membicarakan semua topik dalam program reguler, dan pembelajar cepat cenderung memerlukan pendalaman materi dan pengayaan dalam pemecahan masalah. Pembelajaran lambat dalam tingkat penyelididkan memerlukan bantuan benda – benda konkrit, sementara pembelajaran cepat memerlukan penguasaan.
Terdapat dua keuntungan memiliki siswa yang memiliki perbedaan tingkat kedewasaan dan kemampuan operasi. Pertama, program relatif mudah untuk dikelola. Semua siswa memulai setiap unit secara bersama – sama dalam sebuah kelompok. Kedua, efektif dalam pemberian tugas dan pengelolaannya.
Namun perlu disadari bahwa anak – anak dalam belajar matematika memiliki keperluan yang berbeda dalam waktu yang berbeda. Kita harus mampu melaksanakan pembelajaran dengan mempertimbangkan kepentingan per individu dan kelompok.
·         Variasikan waktu
·         Variasika perhatian
·         Memanfaatkan orang – orang
·         Variasikan kurikulum pembelajaran
·         Variasikan penyampaian materi pengajaran
·         Variasikan metode mengajar



















BAB III
INTELEGENSI DAN MULTIPLE INTELEGENSI
A.     INTELEGENSI
1.      Pengertian intelegensi
Intelegensi adalah suatu keahlian memecahkan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi pada, dan belajar dari pengalaman hidup sehari hari. Dimana minat terhadap intelegensi seringkali difokuskan pada perbedaan individual dan penilaian individual (kaufman & lictenberger, 2002; molfse & martin, 2001). Perbedaan individual adalah cara dimana orang berbeda satu sama lain secara konsistensi dan tetap.
2.      Perkembangan intelegensi
Perkembangan intelegensi anak menurut piaget mengandung tiga aspek, yaitu : structure, content, dan function. Hal ini dibuktikan jean piaget dengan melakukan penelitian pada perkembangan intelektual anak sejak lahir hingga dewasa.
Hasil penelitian itu, piaget membagi perkembangan intelegensi menjadi empat tahap, yaitu :
1.      Tahap sensorik – motorik
2.      Tahap berpikir praoperasional
3.      Tahap operasional konkrit
4.      Tahap berpikir operasioanal formal
B.      TEORI – TEORI INTELEGENSI
1.      Teori faktor (charles spearman)
2.      Teori struktur intelegensi (guilford)
3.      Teori multipke intelegence (gardner)
4.      Teori uni faktor ( wilhelm stern )
5.      Teori multifaktor ( E.L thorndike)
6.      Teori primary mental ability ( thurstone )
7.      Teori sampling (godfrey H. Thomson)
8.      Entity theory
9.      Incremental theory
C.      FAKTOR – FAKTOR MEMPENGARUHI INTELEGENSI
Intelegensi antara orang yang satu dengan yang lain berbeda – beda. Hal ini karena adanya beberapa faktor yang mempengaruhinya. Adapun faktor yang mempengaruhi intelegensi antara lain adalah :
1.      Faktor pembawaan
2.      Faktor minat pembawaan yang khas
3.      Faktor kematangan
4.      Faktor kebebasan
D.     ALAT UKUR
1.      Tes intelegensi individual
a.      Tes stanford – binet (the stanford – binet test)
Tes ini berawal tahun 1994, dimana pada saat itu para pejabat sekolah ingin mengurangi sekolah yang penuh sesak dengan cara memindahkan murid yang kurang mampu belajar disekolah umum kesekolah khusus, sehingga menteri pendidikan perancis meminta psikologi alferd binet menyusun metode guna mengidentifikasi anak – anak yang tidak mampu belajar disekolah.
Pada tahun 1912, seorang psikolog asal jerman, william stern menciptakan konsep intelegence quotient (IQ), yaitu usia menntal seseorang dibagi dengan usia kronologis (chronologucal aga-CA) dikali dengan 100. Rumusnya adalah IQ = MA/CA X 100. Jika usia mental sama dengan usia kronologis, IQ orang itu adalah 100. Jika usia mental diatas usia kronologis, maka IQ nya lebih dari 100.
b.      Tes skala wechsler (the wechsler tests)
Tes lain yang banyak dipakai untuk menilai intelegensi murid adalah skala wechsler yang dikembangkan oleh david wechsler. Santrock (2007:136) menjelaskan, tes ini mencakup wechsler preschool and primary scale of intelegence – revised (WPPSI –R) untuk menguju anak usia 4 hingga 6 1/2 tahun wechlsler intelegences scale fro children – revised (WISC-R) untuk anak dan remaja, dari usia 6 hingga 16 tahun, serta wechsler adult intelligence scale – revised (WAIS-IC)
2.      Tes intelegensi kelompok
Tes intelegensi seperti tes stanfors – binet dan wechsler dilakukan berdasarkan basis individual. Selain tes intelegensi individu, terdapat juga tes intelegensi kelompok. Tes intekegensi kelompok mencakup lorge – thorndike intellegence test, kuhlman – anderson intelegence test, dan otis – lennon school mental abilities test (santrock,2007:137). Tes kelompok merupakan tes yang lebih nyaman dan ekonomis daripada tes individu, namun terdapat kekurangan juga didalamnya.
E.      MULTIPLE INTELLEGECES
1.      Pengertian multiple intelegensi
Multiple intelegences adalah sebuah penilaian yang melihat secara deskriptif bagaimana individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan maslah dan menghasilkan sesuatu. Pendekatan ini merupakan alat untuk melihat bagaimana pikiran manusia mengoprasikan dunia, baik itu benda – benda yang konkret maupun hal – hal yang abstrak.
2.      Jenis – jenis multiple intellegences
Gardner mengemukakan definisi kecerdasan yang berbeda untuk mengukur cakupan potensi manusia yang lebih luas, baik anak – anak maupun orang dewasa. Gardner membagi kecerdasan kedalam 8 kecerdasan yang akhirnya menjadi teori – teori, yaitu :
1.      Word smart (kecerdasan linguistik)
2.      Logic smart (kecerdasan logika – matematika)
3.      Body smart (kecerdasan fisik)
4.      Picture smart (kecerdasan visual – spasial)
5.      Self smart (kecerdasan intrapersonal)
6.      People smart (kecerdasan intrapersonal)
7.      Music smart (kecerdasan musical)
8.      Nature smart (kecerdasan naturalis)


BAB IV
SISWA DENGAN KEBUTUHAN KHUSUS
(STUDENT WITH SPECIAL NEED)
A.     Pengertian anak berkebutuhan khusus
Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak – anak yang sangat istimewa, melalui mereka kita dapat belajar menghargai, mensyukuri apa yang tuhan telah berikan dan berbagi dengan orang lain. Suatu hal yang menjadi kebutuhan sebagai manusi yang notabene adalah makhluk sosial. Oleh karena itu sudah sepatutnya kita sadar bahwa mereka ada, merkea merupakan bagian dari kita, kita membutuhkan mereka sebagaimana mereka membutuhkan kita dan mereka memiliki hak yang sama dengan kita sebagai makhluk tuhan dan warganegara.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang penting dan fungsi kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan atau kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta, gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosiaonal, anak yang berbakat dan intelegensi tinggi, dikategorikan sebagai anak khususluar karena memerlukan penanganan dari tenaga profesional (suran & rizzo,1979).

B.      Kategori ketidakmampuan anak
Yang dikategorikan anak berketidakmampuan adalah :
1.      Tunanetra : buta sebagian, buta total
2.      Tunarungu : tuli sebagian, tuli total
3.      Tunawicara : bisu sebagian, bisu total
4.      Tunagrahita/keterbelakangan mental : retardasi mental dapat dicurigai pada bayi yang usianya masih muda
5.      Tunadaksa : cacat fisik
6.      Tunalaras : gangguan prilaku, gangguan emosional
7.      Tunaganda : gabungan dari dua atau lebih kelainan/kecacatan dalam segi fisik, mental, emosi, dan social
8.      Kesulitan belajar : anak anak yang mengalami hambatab pada satu atau lebih proses – proses psikologis dasar yang mencakup pengertian atau penggunaan bahasa lisan maupun tulisan, dimana hambatannya dapat berupa ketidakmampuan memndengar, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung.
9.      Autisme : suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, dan imajinasi.
10.  Gangguan pemusatan perhatian – hiperaktifitas : gangguan untuk mempertahankan fokus perhatian pada masalah yang dihadapi.
Peserta didik yang memiliki kelainan menurut permendiknas nomer 70 tahun 2009 terdiri atas :
1.      Tunanetra
2.      Tunarungu
3.      Tunawicara
4.      Tunagrahita
5.      Tunadaksa
6.      Tunalaras
7.      Kesulitan belajar
8.      Lamban belajar
9.      Autis
10.  Memiliki gangguan motorik
11.  Menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya
12.  Memiliki kelainan lainnya
13.  Tunaganda

C.      Pendidikan anak berkebutuhan khusus
Pendidikan khusus di indonesi bagi siswa dengan kebutuhan khusus sebenarnya telahada mulai dari tingkat TKLB, SDLB, SMLB,dan SMALB. Satuan pendidikan tersebut tersebar diseluruh wilayah indonesia, walaupun belum merata disetiap provinsi. Keberadaan SLB ( Sekolah Luar Biasa ) yang tersebar dibeberapa wilayah sebenarnya belum mampu untuk menampung seluruh anak yang mempunyai keterbatasan. Kondisi ini juga disebabkan mahalnya biaya menyekolahkan anak yang mempunyai keterbatasan yang berasal dari keluarga kurang mampu. Sehingga mereka membiarkan anaknya tetap dalam kungkungan keluarga, yang rata – rata kurang memahami pula terhadap perkembangan anaknya.
Beberapa jenis terapi untuk anak dengan kebutuhan khusus
1)      Terapi wicara : membantu anak melancarkan otot – otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik
2)      Terapi okupasi : untuk melatih motorik halus anak
3)      Terapi bermain : mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain
4)      Terapi medikamentosa/obat – obatan (drug therapy) : dengan pemberian obat – obata olehdokter yang berwenang
5)      Terapi melalui makanan ( diet therapy) : untuk anak – anak dengan maslah alergi makanan tertentu
6)      Sensory integration therapy : untuk anak – anak yang mengalami gangguan pada sensorinya
7)      Auditory integration therapy : agar pendengaran anak lebih sempurna
8)      Biomedical treatment/therapy : penanganan bimedis yang palinh=g mutakhir melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor – faktor yang merusak (dari keracunan, logam berat, efek casomorphine dan glidorphine, alergen, dsb)

D.     Pendidikan inklusi
1.      Latar belakang pendidikan inklusi
Pendidikan inklusi merupaka konsekuensi lanjut dari kebijakan global Education for all yang dicanangkan UNESCO 1990. Kebijakan Education for all itu sendiri merupakan upaya untuk mewujudkan hak asasi manusi dalam pendidikan yang dirancang dalam Deklarasi Universal Hak- Hak Asasi Manusia 1949. Konsekuensi logis dari hak ini adalah bahwa semua anak memiliki hak untuk menerima pendidikan yang tidak diskriminatif atas dasar hambatan fisik, etnis, agama, bahasa, jender dan kecakapan. Pendidikan inklusi yang dideklarasi dalam konferesnsi dunia tentang pendidikan untuk kebutuhan khusus disalamanca, spanyol, 1994.
Pendidikan inklusi merupakan perkembangan pelayanan pendidikan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, dimana prinsip mendasar dari pendidikan inklusi, selama memungkinkan, semua anak atau peserta didik seyogyanya belajar bersama – sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang ada pada mereka.
2.      Pengertian pendidikan inklusi
Pendidikan inkluisi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan stainback (1990) mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa dikelas yang sama. Sekolah menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tapi sesuai kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, bantuan dan dudkungan dapat diberikan guru agar anak anak berhasil. Lebih dari itu sekolah inklusi merupakan tempat tiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas, saling membantudengan guru dan teman sebaya, dan anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya terpenuhi.
3.      Landasan kekuatan pendidikan  inklusi
Pendidikan inklusi memiliki kekuatan yang luar biasa karena memiliki landasan yang berakar dari budaya bangsa indonesia, yaitu landasan filosofis utama, penerapan pendidikan inklusi diindonesia adalah pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita – cita didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yanng disebut bhineka tunggal ika (mulyono,2003).
Sistem pendidikan harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi anntar siswa yang beragam, sehingga mendorong sikap silih asah, silih asih, dan silih asuh dengan semangat bertoleransi seperti halnya yang dijumpai atau dicita – cita dalam kehidupan sehari- hari.
a.      Landasan yuridis internasional
b.      Landasan pedagogis
c.       Landasan empiris
d.      Landasan spiritual
4.      Aspek hukum anak berkebutuhan khusus
Sama seperti halnya anak – anak norma lainnya. Anak – anak dengan “special needs” juga berhak untuk memperoleh pendidikan. Walaupun mereka memiliki hambatan maupun kekurangan. Hal ini sebaiknya bukan menjadi alasan untuk tidak memerhatikan kebutuhan belajar mereka.
Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan asal – usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang termasuk anak – anak yang mempunyai kelainan sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 31. Dalam UU nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, hak asasi anak untuk memperoleh pendidikan dijamin tanpa adanya diskriminasi termasuk anak – anak yang mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus.
Hal ini juga sesua dengan konvensi PBB tentang hak anak, pasal 23, yang antara lain berbunyi :
1)      negara mengakui bahwa anak penyandang kecacatan mental ataupun fisik seyogyanya menikmati kehidupan yang layak dan utuh, dalam kondisi yang menjamin martabat, meningkatkan kemandirian serta memberi kemudahan kepada anak untuk berpartisipasi aktif dalam masyarakat.
2)      ... mengaku hak anak atas perhatian khusus ... sesuai dengan sumber-sumber yang tersedia...
3)      Mengakui kebutuhan khusus anak penyandang cacat ... dengan mempertimbangkan sumber keuangan orang tua atau orang lain yang mengasuh anak tersebut ... menjamin bahwa anak penyandang cacat itu diberi kesempatan dan memperoleh pendidikan, pelatihan, layanan kesehatan, layana rehabilitasi, penyiapan untuk memperoleh pekerjaan dan kesempatan rekreasi dalam cara yang kondusif bagi anak untuk mencapai integrasi sosial sepenuhnya dan perkembangan pribadinya, termasuk perkembangan cultural dan spiritualnya.
5.      Strategi pembelajaran untuk semua anak
Upaya merealisasikan layanan pendidikan yang sesuai dengan kemapuan setiap anak dari masing-masing kelompoknya. Sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran berdasarkan pada keberagaman (differentiation) kemampuan belajar mereka yang berbeda-beda. Strategi pembelajaran ini dapat diterapkan secara efektif melalui penyesuaian antara kemampuan belajar mereka dengan harapan/target, alokasi waktu, tugas-tugas/pekerjaan, dan bantuan yang diberikan pada anak-anak dari masing-masing kelompok yang beragam, meskipun mereka belajar dalam satu kelas, dengan tema dan mata pelajaran yang sama. Misalanya harapan atau target belajar matematika untuk anak SD kelas III SD yang cepat belajarnya (high function learners) adalah memahami dan mampu menggunakan perkalian dalam soal cerita dengan analisisnya pada tahapan berpikir abstrak.
Sedangkan untuk anak-anak yang kemampuan belajarnya rata-rata (avereg performers), misalnya mempelajari topik perkalian hanya sampai ratusan pada tahap semi konkrit, untuk anak yang lambat belajarnya (slow learners) mengenali perkalian baru sampai puluhan dengan tahapan konkrit, serta bagi anak autis mempelajari matematika sampai ratusan dengan lebih banyak memfokuskan pada keunggulan visual thinkingnya (pemahaman konsep melalui pengamatan dengan bantuan gambar, kode, label, simbol atau film dan sebagainya).

6.      Aspek-aspek penting dalam pendidikan inklusi
Aspek-aspek penting yang harus diperhatikan dalam menyelenggarakan sekolah yang inklusi adalah :
1)      Guru perlu mengetahui bagaimana cara mengajar anak latar belakang dan kemampuan yang beragam.
2)      SEMUA siswa memiliki hak untuk belajar
3)      Guru menghargai semua anak
4)      Dalam lingkungan pembelajaran yang inklusi setiap orang berbagi visi yang sama tentang bagaimana anak harus belajar, bekerja, dan bermain bersama
5)      Lingkungan pembelajaran inklusi mengajarkan kecakapan hidup (life skill) dan gaya hidup sehat, agar peserta didik dapat menggunakan informasi yang diperoleh untuk melindungi diri dari penyakit dan bahaya. Selain itu tidak ada kekerasan terhadap anaka, pemukulan atau hukuman fisik.
Adapun manfaat pembelajaran yang inklusi sebagai berikut :
1)      Manfaat bagi anak : kepercayaan diri nya berkembang bangga pada diri sendiri atas prestasi yang diperolehnya
2)      Manfaat bagi guru : mendapat kesempatan belajar cara mengajar yang baru dalam melakukan pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami latar belakang dan kondisi yang beragam.
3)      Manfaat bagi orangtua : orang tua dapat belajar lebih banyak tentang bagaimana anakya dididik
4)      Manfaat bagi masyarakat : masyarakat lebih merasa bangga ketika lebih banyak anak bersekolah dan mengikuti pembelajaran














BAB V
TEORI BELAJAR BEHAVIORISME
A.     Sejarah perkembangan psikologi behaviorisme
Behaviorisme merupakan transisi dari psikologi sebelumnya (psikologi struktualisme dan fungsionalisme). Psikologi behaviorisme memaknai belajar sebagai studi tentang prilaku dan sistem ini mendapat dukungan kuat dalam perkembangannya pada abad ke 20 di amrika serikat. Psikologi behaviorisme cenderung memandang perilaku manusia dapat diamati dan dikuantifikasi memiliki makna sendiri, serta tidak hanya berfungsi sebagai perwujudan mental yang mendasarinya.
B.      Belajar menurut tokoh behaviorisme
behaviorisme adalah aliran psikologi yang menekankan pada tingkah laku dan perilaku manusia sebagai makhluk relatif yang memberikan respon terhadap lingkungan sekitar. Pengalaman dan pengkondisian akan membentuk perilaku orang tersebut. Pengertian belajar meurut behaviorisme berpengaruh pada arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran. Aliran behaviorisme menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Adapun peristiwa yang terjadi ketika proses belajar diabaikan.
Prinsip-prinsip pembelajaran behaviorisme
Teori belajar behaviorisme mengutamakan pengukuran dan pengamatan sebab pengukuran dan pengamatan merubakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Adapun prinsipnya sebagai berikut :
·         Reinforcement and funishment
·         Primery and secondary reinforcement
·         Prinsip premarck
·         Operant conditioning

C.      Tokoh-tokoh behaviorisme
1.      Thorndike (kaidah efek) 1874-1949
2.      Watson (conditioning) 1878-1958)
3.      Clark hull
4.      Skinner (operant conditioning)
5.      Ivan pavlov (conditioning) 1849-1936
6.      E.R Guthrie (Law of Assiociation) 1886-1959

D.     Struktur manusia menurut teori belajar behaviorisme
Aliran behaviorisme secara eksplisit mengabaikan aspek psikis manusia, hal ini disebabkan faktor psikis tidak dapat diukur dan diamati secara nyata. Dalam pandangan dunia barat, perkembangan manusia didasari pada tiga aspek yaitu : biologi, kognitif dan emosi. Ajaran islam menyatakan bahwa perkembangan manusia terdiri dari struktur eksternal dan internal. Struktur eksternal terdiri dari panca indera atau hal-hal yang dapat dilihat oleh mata. Struktur internal terdiri dari ruh, nafs, kalbu, akal dan nafsu. Diketahui teori belajar behaviorisme lebih cenderung menilai output belajar hanya pada aspek jasmani oleh karena itu teori belajar behaviorisme masih memiliki kekurangan.
Akan tetapi dalam pemikiran islam teori dan pemikiran behaviorisme dalam melakukan observasi dan pengukuran yang merupakan suatu ijtihad yang baik sebab tanpa ujicoba kita tida bisa menilai seseorang (QS. At-taubat 16).
E.      Implikasi teori behaviorisme dalam pembelajaran
Teori belajar behaviorisme dan empirisme maka implikasi proses proses pembelajarannya adalah (teacher oriented) yakni hanya dikuaasai oleh guru, sedangkan siswa hanya sebagai obyek pembelajaran dan meredam potensi kecerdasan alami siswa yang telah dibawaa sejak dalam ruh, rahim, dan dunia.oleh karena itu teori belajar behaviorisme jika dihubungkan dengan salah satu tujuan pendidikan yakni mengembangkan potensi-potensi yang telah dimiliki oleh anak didik dari sejak lahir, sesuai dengan firman Allah yang menyatakan bahwa manusia telah dibekali berbagai macam potensi untuk menjalani kehidupannya didunia, potensi tersebut adalah rasa ingin tahu, bakat, minat kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Berbagai potensi tersebut harus dibina agar berfungsi dengan baik dalam proses pembelajaran. Tidak semua mata pelajaran dapat menggunakan teori behaviorisme, hal ini dapat dilihat dari perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dimana siswa dituntut aktif dalam mencari sumber lain selain bahan ajar dari guru.

F.       Aplikasi teori behaviorisme terhadap proses pembelajaran
Teori belajar behaviorisme banyak digunakan dalam proses pembelajaran sebab memiliki beberapa keunggulan diantaranya :
1.      Membantu guru memahami proses belajar yang tejadi dalam diri siswa
2.      Mengerti kondisi dan faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar.
3.      Memudahkan melakukan proses evaluasi terhadap hasil belajar.
Hal hal yang dituntut terhadap guru jika menggunakan teori belajar behaviorisme adalah :
1.      Guru harus memahami karakteristik siswa dan karakteristik lingkungan belajar.
2.      Tingkat keberhasilan siswa selama kegiatan belajar dapat diketahui. Merumuskan tujuan belajar secara jelas dan spesifik supaya mudah dicapai dan diukur.
Hal-hal yang harus dimiliki anak dalam proses belajar behaviorisme
1.      Anak dapat mengerti dan memahami orang lain
2.      Anak mampu mengungkapkan keinginan
3.      Anak dapat memahami dan melakukan apa yang diperintahkan atau yang diajarkan pada guru.
Prinsip teori belajar behaviorisme
Prinsip-prinsip teori behaviorisme. Beberapa prinsip tersebut adalah :
1.      Stimulus dan respon faktor penting dalam proses pembelajaran.
2.      Reinforcement (penguatan untuk memunculkanrespon siswa)
3.      Sering diadakan pelatihan dan pengulangan (pengkondisian)
Langkah umum dalam menerapkan teori behaviorisme pada proses belajar mengajar :
1.      Mengindentifikasi tujuan pembelajaran
2.      Melakukan analisis pembelajaran
3.      Mengidentifikasi karakteristik dan kemampuan awal pembelajaran
4.      Menentukan indikator-indikator keberhasilan belajar.
5.      Mengembangkan bahan ajar
6.      Mengembangkan strategi pembelajaran
7.      Mengobservasi stimulus yang akan diberikan
8.      Mengamati dan menganalisa respon pembelajaran
9.      Memberikan penguatan baik positif maupun negatif
10.  Merevisi kegiatan pembelajaran
Kelebihan teori belajar behaviorisme
1.      Sangat akurat dan cocok jika digunakan dalam bidang yang membutuhkan praktek dan pembiasaan
2.      Sangat relevan jika digunakan pada pendidikan usia dini dan sekolah dasar tingkat pertama.











BAB VI
TEORI BELAJAR KOGNITIF SOSIAL
(COGNITIVE AND SOCIAL THEORIES OF LEARNING)
A.     Teori kognitif sosial
teori kognitif sosial (social cognitive theory) menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor pelaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya.
B.      Pembelajaran observasional
Pembelajaran observasional disebut sebagai pembelajaran imitasi atau modeling adalah pembelajaran yang dilakukan dengan mengamati atau meniru perilaku orang lain, kapasitas untuk mempelajari pola prilaku dengan observasi dapat mengeliminasi pembelajaran trial and error serta membutuhkan waktu yang relatif pendek dibandingkan pengkondisian operan.
Menurut banduran (1986) proses spesifik yang terlibat dalam pembelajaran observasional ada empat, yaitu proses atensi, retensi, produksi dan motivasi, seperti diperlihatkan pada gambar berikut :
a.      Atensi
b.      Retensi
c.       Produksi
d.      Motivasi
C.      Menggunakan pembelajaran observasional secara efektif
Agar pembelajaran observasional menjadi efektif perlu dipertimbangkan hal-hal berikut, yaitu:
1.      Pertimbangan tipe model
2.      Tunjukan dari ajari perilaku baru
3.      Menggunakan teman sebaya sebagai model yang efektif
4.      Mentor digunakan sebagai model
5.      Undang tamu kelas
6.      Pertimbangan model yang dilihat anak ditelevise
D.     Teknologi dan pendidikan
Salah satu acara televisi yang bertujuan mendidik anak-anak adalah ‘sesame street’ yang didesain untuk mengajarkan keterampilan kognitif dan sosial (cole,richman &brown, 2001), dimana pada film tersebut juga ditampilkan kejadian kehidupan riil. Pengajaran dapat dilakukan secara langsung terutama yang berhubungan dnegan keahlian kognitiof. Sedangkan untuk keahlian sosial ditampilkan dengan serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan tema yang ditampilkan.

E.      Pendekatan perilaku kognitif dan regulasi diri
Dalam pendekatan perilaku kognitif adalah mengubah perilaku dengan menyuruh orang untuk memonitor, mengelola mengatur perilaku untuk memonitor, mengelola dan mengatur perilaku sendiri, bukan dipengaruhi oleh faktor eksternal. Menurut meinchenbaum(1971) dengan pendekatan ini membantu mengubah miskonsepsi dari siswa, memperkuat keahlian siswa dan mendorong refleksi diri yang konstruktif.
F.       Evaluasi pendekatan kognitif sosial
Pendekatan kognitif sosial memberikan kontribusi penting untung mendidik anak. Pembelajaran dilakukan dengan mengamati dan mendengarkan model yang kompeten dan kemudian meniru apa yang mereka lakukan.
Beberapa kelemahan dalam menggunakan teori kognitif sosial dikelas adalah kesulitan dalam menerapkan porsi self efficacy dan komponen regulasi diri.











BAB VII
PEMBELAJARAN YANG EFEKTIF
A.     Pembelajaran yang efektif
Pembelajaran adalah suatu perubahan dalam diri sesorang yang disebabkan oleh pengalaman (Driscoll, dalam Slavin: 2008). Penyediaan lingkungan pembelajaran yang efektif meliputi strategi yang digunakan guru untuk menciptakan pengalama ruang kelas yang positif dan produktif.
Penciptaan lingkungan pembelajaran yang efektif melibatkan pengorganisasian kegiatan di ruang kelas, pengajar, dan ruang kelas fisik untuk memungkinkan penggunaan waktu yang efektif, menciptakan lingkungan pembelajran yang produktif, serta meminimalisir bentuk-bentuk gangguan.
B.      Dampak waktu pada pembelajaran
Alokasi waktu adalah waktu yang tersedia bagi siswa untuk mempunyai kesempatan belajar.
Ada beberapa cara untuk meminimalisasikan alokasi waktu yang hilang dalam pengajaran.
1.      Menggunakan semua waktu diruang kelas dengan baik
2.      Mencegah permulaan yang terlambat dan penyelesaian dini
3.      Mencegah gangguan dari dalam atau dari luar
4.      Menangani prosedur rutin
5.      Meminimalkan waktu yang dihabiskan untuk disiplin
6.      Menggunakan waktu yang sibuk dengan efektif
C.      Menciptakan lingkungan pembelajaran
Lingkungan pembelajaran adalah sesuatu yang berhubungan dengan tempat proses pembelajaran dilaksanakan. Sedangkan kondusif berarti kondisi yang benar-benar sesuai dan mendukung keberlangsungan proses pembelajaran. Proses pembelajaran merupaka interaksi antara anak dengan lingkungannya, sehingga pada diri anak terjadi proses pengolahan informasi menjadi pengetahuan, keterampilan dan sikap sebagai hasil dari proses belajar.
Situasi pembelajaran yang kondusif dan bersinergi bagi semua anak (kusmoro,2008)
1.      Desain lingkungan fisik
Terdapat empat prinsip yang dapat dipakai dalam menata kelas :
a.      Kurangi kepadatan ditempat lalu lalang
b.      Pastikan bahwa guru dapat dengan mudah melihat semua anak
c.       Materi pengajaran dan perlengkapan anak harus mudah diakses
d.      Pastikan siswa dapat dengan mudah melihat semua presentasi kelas
2.      Pengelolaan kelas yang pasif untuk pembelajaran
Upaya menciptakan lingkungan positif bagi siswa dapat pula dilakukan dengar memberikan hadiah terhadap perilaku yang tepat. Untuk pemberian imbalan dalam mengelola kelas, guru harus dapat memilih penguat yang efektif, menggunakan prompt dan shapping secara efektif

D.     Komunikasi efektif antara guru dengan siswa
Seorang guru  dapat menggunakan strategi dibawah ini untuk berinteraksi dengan siswa dan melatih keterampilan siswa dlam mendengar aktif :
1.      Memberikan perhatian cermat pada orang yang sedang berbicara
2.      Melakukan parafrasa
3.      Mensistesiskan tema dan pola
4.      Memberi umpan balik atau tanggapan dengan cara yang kompeten

E.      Pengelola sebagai sistem
1.      Pengertian dan keguanaan sistem
Menurut sanjaya (2008), sistem adalah salah satu kesatuan yang satu sama yang lain saling terkait dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah diterapkan.
Proses perencanaan yang sistematis dalam proses pembelajaran yang mempunyai beberapa keuntungan diantaranya:
1.      Melalui sistem perencanaan yang matang
2.      Melalui sistem perencanaan yang sistematis
3.      Melalui sitem perencanaan
2.      Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya:
a.      Faktor guru
b.      Faktor siswa
c.       Faktor sarana dan prasarana
d.      Faktor lingkungan
3.      Komponen-komponen sistem pembelajaran
Setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam pelaksanaan proses pembelajaran.
a.      Strategi pembelajaran
b.      Strategi, model, dan metode pembelajaran
c.       Macam-macam strategi pembelajaran













BAB VIII
PENGELOLAAN KELAS
(CLASSROOM MANAGEMENT)
A.     Pengertian pengelolaan kelas
Pengelolaan kelas terdiri dari dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Kata pengelolaan diartikan “manajemen”. Manajemen adalah kata yang aslinya dari bahasa inggris yaitu “management” yaitu ketatalaksanaan dan tata pemimpin.
Petugas yang terkait dalam pengelolaan kelas adalah guru kelas atau guru bidang studi langsung bertanggung jawab dalam mengadakan diagnosa dan menentukan tindakan yang akan diambil.
B.      Faktor-faktor mempengaruhi pengelolaan kelas
Berbagai faktor yang menyebabkan kerumitan dalam pengelolaan kelas. Secara umum dibagi menjadi dua faktor yaitu : faktor intern dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran dan perilaku. Sedangkan faktor ekstern siswa terkait dengan pengelolaan suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa.
C.      Peranan guru dalam pengelolaan kelas
Guru harus mampu mengelola kelas karen merupakan lingkungan belajar  serta merupakan suatu aspek dari lingkungan sekolah yang perlu di organisir. Lingkungaan itu hendaknya mampu diciptakan oleh guru dengan kegiatan-kegiatan yang sesuai dan baik, serta terarah pada tujuan yang ingin dicapai dengan jalan menciptakan suasana rasa aman, menentang dan merangsang siswa untuk belajar, serta memberikan kepuasan dalam mencapai tujuan yang ditentukan. Dengan demikian pada dasarnya peranan guru sebagai pengelola kelas dapat dibagi kedalam empat bagian yaitu :
1.      Merencanakan
2.      Mengorganisasikan
3.      Memimpin
4.      Mengawasi

D.     Pengelolaan kelas yang efektif
Untuk mengelola kelas yang efektif perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a.      Kelas adalah kelompk kerja yang diorganisir untuk tujuan tertentu
b.      Dalam situasi kelas guru bukan tutor untuk satu anak pada waktu tertentu, tapi bagi anak atau kelompok
c.       Kelompok mempunyai perilaku sendiri yang berbesa dengan perilaku masing-masing individu dalam kelompok itu
d.      Kelompok kelas mempersiapkan pengaruhnya kepada naggota
e.      Praktek guru waktu belajar cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa
f.        Struktur kelompok pada komunikasi dan kelompok ditentukan oleh cara guru mengelola.

E.      Penataan ruang kelas
Penyusunan dan pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan anak duduk berkelompok dan memudahkan guru bergeraj secara leluasa untuk membantu siswa dalam belajar. Dalam masalah pengaturan tempat duduk, pengaturan alat-alat pengajaran, penataan keindahan dan kebersihan kelas, ventilasi serta cahaya.

F.       Pendekatan dalam pengelolaan kelas
Berbagai pedekatan adalah seperti dalam uraian berikut :
a.      Pendekatan kekuasaan
b.      Pendekatan ancaman
c.       Pendekatan kebebasan
d.      Pendekatan resep
e.      Pendekatan pengajaran
f.        Pendekatan perubahan tingkah laku
g.      Pendekatan sosio emosional
h.      Pendekatan kerja kelompok
i.        Pendekatan elektis atau pluralistik


BAB IX
ASSESMENT DAN EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN
A.     Kelas sebagai konteks penilaian
Proses penilaian ada yang harus dilakukan dan ada yang tidak harus dilakukan dalam pembuatan tes pembelajaran :
1.      Penilaian adala sebuah proses yang terus menerus, ini adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh guru untuk menentukan apakah muridnya sudah belajar dengan baik atau belum.
2.      Penilaian bisa berupa memberi pertanyaan kepada murid, memonitor murid sambil berkeliling kelas saat pelajaran berlangsung dan memerhatikan muka murid yang bingung atau senyum murud yang memahami pelajaran.
3.      Memberi ujian setiap soal pada tes harus berhubungan dengan sasaran pengajaran
4.      Berhati-hatilah dalam menulis soal agar sesuai dengan level murid.
B.      Penilaian sebagai bagian integral pengajaran
Guru harus menghabiskan lebih banyak waktu dalam penilaian ketimbang yang anda bayangkan, dalam suatu analisis, mereka menghabiskan 20-30 persen waktu profesinal untuk menghadapi persoalan penilaian (stiggins,2001).
Pandangan integrasi instruksi dan penilaian dari segitiga kerangka : pra-instruksi, selama instruksi dan pasca instruksi. Standard for teacher competence in education assesment, yang dikembangkan bersama-sama pada awal 1990-an oleh american federation of teacher, national council on measurement in educatoin national education association, yang mendeskripsi kan tanggung jawab guru atas penilaian murid dalam tingga kerangka.
1.      Penilaian pra-intruksi : jangan membuat ekspektasi yang akan mendistirsi persepsi anda tentang murid.
2.      Penilaian selama instruksi : penilaian formatif adalah penilaian selama jalannya pelajaran atau instruksi, bukan setelah pelajaran selesai.
3.      Penilaian pasca-instruksi : penilaian sumatif adalah penilaian setelah instruks selesai, dengan tujuan mencatat kinerja murud, penilaian sesudah instruksi akan menghasilkan informasi tentang seberapa baiklah murid kita dalam menguasai materi, apakah murid sudah untuk peljaran lanjutan, grade yang harus diberikan kepada mereka, komentar kepada orang tuanya dan bagaimana kitra harus menyesuaikan instruksi (McMillan, 2001).

DOSEN : DIRGANTARA WICAKSONO
MATKUL : PEMBELAJARAN PKN DI SD